Di
perkuliahanku yang udah memasuki semester lima di tahun ketiga pada jurusan
teknologi pendidikan aku punya satu mata
kuliah wajib yang menurutku cukup menarik untuk dipelajari terutama buat
calon-calon guru. Biar nantinya kalo kalo ngajar lebih menarik dan menyenangkan
serta gak membosankan kayak model-model pembelajaran konvensional. Cuman tatap
muka dan diceramahin.
Ok,
jadi mata kuliahnya adalah pembelajaran online (e-learning), di mana dalam mata kuliah ini bukan hanya diajarkan
bagaimana menggunakan e-learning itu sendiri dalam proses pembelajaran sebagai
mahasiswa, tapi kita juga diajarkan gimana cara membuat aplikasi e-learning itu
sendiri. Cukup menarik sih menurut aku sendiri! Soalnya selama ini udah sering
banget ikut perkuliahan atau pembelajaran yang menggunakan e-learning tapi sama
sekali belum tau gimana cara membuat e-learning itu sendiri. And, aku sebagai
calon pendidik (amin, InsyaAllah!) berharap bisa menerapkan konsep pembelajaran
ini di saat aku mengajar nanti (biar
siswa-siswanya juga gak gaptek! Hahaha!
Ok,
guys! Jadi, waktu perkuliahan mata kuliah ini baru dimulai tugas pertama yang
diberikan oleh pengajarnya (yg ngajar Asisten Dosen) adalah pembekalan utama
sebagai pengantar gimana kami bisa memahami terlebih dahulu mengenai apa sih
sebenarnya e-learning itu. So, kami
dibagi jadi beberapa kelompok untuk menyelesaikan beberapa pertanyaan. Nomor pada
pertanyaan mewakili pertanyaan pada soal-soal yang akan dijawab oleh masing
masing kelompok sesuai dengan nomor pertanyaan tersebut. Kelompok satu ngejawab
soal nomor satu, kelompok dua ngejawab soal nomor dua, dst. Kebetulan waktu itu
aku kebagian jadi anggota kelompok dua dan berarti kelompokku harus menjawab
pertanyaan nomor dua.
Pertanyaan
untuk kelompok kami adalah “landasan teori konsep e-leraning?” Jadi, ini
mengenai apa-apa saja yang melandasi terbentuknya konsep e-learning.
Setelah
diberi waktu seminggu buat nyari bahan mengenai jawabannya, akhirnya kelompokku
memberikan jawaban yang seperti ini (ini uraian ringkasnya doang ya! Ini juga
adalah gabungan dari beberapa pernyataan yang diambil dari berbagai sumber).
Cekidot!
Perkembangan
zaman yang dibarengi perkembangan teknologi kini juga hampir merambah ke
seluruh aspek kehidupan termasuk pendidikan. Nah, salah inovasi yang diciptakan
dengan adanya perkembangan teknologi adalah e-learning, yaitu salah satu konsep
pembelajaran yang memanfaatkan media elektronik.
Ada
tiga teori belajar yang melandasi konsep e-learning ini, yaitu:
1.
Behaviorisme
Penganut
aliran behaviorisme menganggap bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang
dapat diamati yang disebabkan oleh stimulus eksternal. Mereka melihat pikiran
sebagai ”kotak hitam”, respons terhadap suatu stimulus dapat diamati secara
kuantitatif, dengan mengabaikan pengaruh proses berfikir yang terjadi di
pikiran. Atkins (1993) menyoroti empat aspek yang relevan untuk merealisasikan
materi E-Learning berkaitan dengan pemikiran behaviorisme:
-
Bahan ajar sebaiknya dipecah menjadi langkah-langkah instruksional yang
dihadirkan secara deduktif, yaitu dimulai dengan rumus, hukum, kategori,
prinsip, definisi, dengan memberikan contoh-contoh untuk meningkatkan
pemahaman.
-
Perancang harus menetapkan urutan pengajaran dengan menggunakan percabangan
bersyarat ke unit instruksional lain. Umumnya, kegiatan diurutkan dari mudah ke
sukar atau kompleks.
-
Untuk meningkatkan efisiensi belajar, siswa diminta mengulangi bagian tertentu
maupun mengerjakan tes diagnostik. Meskipun demikian, perancang dapat juga
mengijinkan siswa memilih pelajaran berikutnya, yang memungkinkan siswa
mengontrol proses belajarnya sendiri.
-
Pendekatan behaviorisme menyarankan untuk mendemonstrasikan ketrampilan dan
prosedur yang dipelajari. Siswa diharapkan meningkatkan kemahirannya melalui latihan
berulang-ulang dengan umpanbalik yang tepat. Pesan-pesan pemberi semangat
digunakan untuk meningkatkan motivasi.
Secara
keseluruhan, behaviorisme merekomendasi pendekatan terstruktur dan deduktif
untuk mendesain bahan ajar, sehingga konsep dasar, ketrampilan, dan informasi
faktual dapat cepat diperoleh siswa. Implikasi lebih jauh terhadap E-Learning
adalah belajar secara drill, memilah-milah bahan ajar, mengases tingkat
prestasi, dan memberikan umpanbalik. Tetapi, efektivitas pendekatan desain behaviorisme
untuk tugas-tugas berfikir tingkat tinggi masih belum terbukti.
2.
Kognitivisme
Penganut
aliran kognitivisme menganggap bahwa belajar merupakan proses internal yang
melibatkan memori, motivasi, refleksi, berfikir, dan meta kognisi. Dalam
pandangan aliran tersebut, pikiran manusia memanipulasi simbol-simbol seperti
komputer memanipulasi data. Karena itu, pembelajar dianggap sebagai prosesor
informasi. Psikologi kognitif meliputi proses belajar dari pemrosesan
informasi, dimana informasi diterima di bermacam-macam indera, ditransfer ke
memori jangka pendek dan jangka panjang. Informasi menjalani aliran
transformasi dalam pikiran manusia sampai informasi tersebut tersimpan secara
permanen di memori jangka panjang dalam bentuk paket-paket pengetahuan. Aliran
kognitivisme mengakui pentingnya perbedaan individu dan bermacam-macam strategi
belajar untuk mengakomodasi perpedaan tersebut. Gaya belajar yang berbeda-beda
(Gardner, 1983; Kolb, 1984) mengacu ke bagaimana siswa menerima. berinteraksi,
dan merespons bahan ajar.
Perancang
instruksional harus memikirkan aspek-aspek berikut untuk merealisasi materi
E-Learning.
-
Strategi pengajaran sebaiknya meningkatkan proses belajar dengan mendayagunakan
semua indera, memfokuskan perhatian siswa melalui penekanan pada informasi
penting, dan menyesuaian dengan level kognitif siswa.
-
Perancang instruksional sebaiknya mengaitkan informasi baru dengan informasi
lama yang telah ada di memori jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara memberikan pertanyaan awal untuk mengaktifkan struktur pengetahuan yang
diperlukan untuk materi ajar baru.
-
Strategi menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi sebaiknya
digunakan untuk menstimulasi belajar level tinggi.
-
Bahan ajar sebaiknya memasukkan aktivitas untuk gaya belajar yang berbeda-beda.
-
Siswa perlu dimotivasi untuk belajar melalui strategi belajar yang menstimulasi
motivasi intrinsik (berasal dari diri siswa) dan motivasi ekstrinsik (berasal
dari guru).
-
Strategi pengajaran sebaiknya mendorong siswa menggunakan ketrampilan meta
kognitifnya dengan cara merefleksi apa yang mereka pelajari, berkolaborasi
dengan siswa lain maupun memeriksa kemajuan belajar mereka sendiri.
-
Akhirnya, strategi pengajaran sebaiknya menghubungkan materi ajar dengan
situasi riil di kehidupan mereka, sehingga siswa dapat mengaitkan pengalaman
mereka sendiri.
Secara
keseluruhan, perancang instruksional harus memikirkan mulai dari perbedaan
aspek-aspek gaya belajar sampai motivasi, kolaborasi maupun meta kognitif.
Pendekatan berfokus pada kognitif sesuai untuk mencapai tujuan belajar tingkat
tinggi. Kelemahannya adalah jika siswa tidak mempunyai pengetahuan prasyarat.
3.
Konstruktivisme
Penganut
aliran konstruktivisme menganggap bahwa siswa membangun pengetahuannya dari
pengalaman belajarnya sendiri. Belajar dapat dilihat sebagai suatu proses yang
aktif, dan pengetahuan tidak dapat diterima dari luar mapun dari orang lain.
Siswa sebaiknya diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan bukan diberi
pengetahuan melalui pengajaran. Perancang instruksional harus memikirkan
aspek-aspek berikut untuk merealisasi materi E-Learning.
-
Belajar sebaiknya merupakan proses yang aktif. Siswa diberi kesempatan
melakukan aktivitas seperti meminta siswa menerapkan informasi pada situati
riil, memfasilitasi penafsiran personal terhadap materi ajar, mendiskusikan
topik-topik dalam kelompok.
-
Untuk mendorong siswa membangun pengetahuan mereka sendiri, guru harus
memberikan pengajaran online yang interaktif. Siswa harus mempunyai inisiatif
untuk belajar dan berinteraksi dengan siswa lain.
-
Sebaiknya digunakan strategi pembelajaran kolaboratif. Bekerja dengan siswa
lain memberikan siswa pengalaman riil dan memperbaiki ketrampilan meta kognitif
mereka. Ketika menetapkan siswa-siswa dalam suatu kelompok kerja, keanggotaan
sebaiknya didasarkan pada level kemampuan, sehingga setiap anggota dapat mengambil
manfaat dari anggota lain.
-
Siswa sebaiknya diberi waktu untuk merefleksikan materi ajar. Pertanyaan pada
materi ajar dapat digunakan untuk meningkatkan refleksi.
-
Belajar sebaiknya dibuat bermakna dan ilustratif dengan cara memberikan
contoh-contoh dan studi kasus. Disamping itu, aktivitas sebaiknya mendorong
siswa menerapkan materi ajar.
-
Ketika belajar memfokuskan pada pengembangan pengetahuan, ketrampilan, dan
sikap yang baru, E-Learning menghadapi masalah yaitu tujuan belajar
psikomotorik, afektif, dan berfikir tingkat tinggi sulit dicapai dalam fase
belajar virtual. Maka disarakan memberikan cara lain seperti aktivitas sosial
maupun interaksi dengan siswa lain, belajar berbasis konteks, penilain kinerja
untuk mengatasi masalah tersebut.
Guys,
itu tadi penjelasan singkat mengenai landasan teori e-learning. Di atas juga
udah ada cara-cara gimana seorang perancang instruksional e-learning
merealisasikan konsep pembelajaran e-learning itu sendiri sesuai dengan ketiga
teori tersebut.
sumbernya darimana ya mbak?
BalasHapus